Ramadan Datang, Kita Sambut dengan Riang

infopriangan.com, TELISIK OPINI. Marhaban ya Ramadhan. Biasanya, bila kita hendak menyambut kedatangan, kita akan katakan kepada yang kita sambut dengan “Marhaban“, artinya kita menyambutnya dengan riang gembira, dengan senang, lapang dada, dan sepenuh hati, tanpa ada keluh kesah. Ketika kita sudah dapat kabar bahwa akan ada tamu yang datang kepada kita, sebagai bukti bahwa kita menyambutnya dan bergembira dengan kedatangannya, maka kita pun punya kesiapan untuk menjamunya bahkan ada kesempatan untuk bisa bercengkerama, menghidupkan suasana yang lebih berkualitas.

Ramadhan akan segera datang. Sudah selayaknya kita sambut dengan penuh kegembiraan. Tentu karena bulan Ramadan adalah bulan yang agung. Bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan. Ramadhan berasal dari kata “ramadan”, artinya terik dan panas sinar matahari. Sedangkan Ramadan maknanya membakar dan mengasah. Dinamai bulan Ramadhan karena ia “membakar” dosa. Ramadan itu saatnya membakar dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan sebelumnya. Di bulan Ramadan, Allah hilangkan, Allah lenyapkan, Allah ampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan.

IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094

Rasulullah SAW. bersabda saat Ramadhan menjelang: “Sungguh telah datang bulan Ramadan yang penuh keberkahan. Allah mewajibkan kalian berpuasa di dalamnya. Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Siapa saja yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung).” (HR Ahmad dan an-Nasa’i).

Imam Ibnu Rajab berkata, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira saat pintu-pintu surga dibuka? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah SWT) tidak gembira saat pintu-pintu neraka ditutup? Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira saat setan-setan dibelenggu?” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâif al-Ma’ârif, hlm. 174).

Ragam Keutamaan Ramadan

Setidaknya ada 9 (sembilan) keutamaan Ramadhan.

Pertama: Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa agar manusia meraih takwa (QS al-Baqarah [2]: 183).

Kedua: Bulan turunnya al-Quran (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ketiga: Bulan pengampunan dosa. Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa saja yang berpuasa pada Bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Keempat: Bulan pembebasan dari neraka. Nabi SAW. bersabda: “Bagi Allah banyak orang-orang yang dimerdekakan dari Neraka. Hal itu terjadi setiap malam.” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah).

Kelima: Bulan kedermawanan. Di dalam suatu hadis dinyatakan: “Rasulullah SAW. adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadan.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Keenam: Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Rasulullah SAW bersabda: “Jika Ramadan telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ketujuh: Bulan pengabulan doa. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah di sela-sela menjelaskan tentang hukum-hukum puasa (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 186).

Kedelapan: Bulan dilipatgandakan pahala. Rasulullah SAW bersabda: “Umrah pada bulan Ramadan setara dengan satu kali haji.” (HR Ibn Majah dan at-Tirmidzi).

Kesembilan: Di dalamnya terdapat Lailatul Qadar. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh bulan ini (Ramadan) telah hadir di tengah-tengah kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi dari malam itu, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan secara keseluruhan. Tidaklah terhalangi dari kebaikannya kecuali seorang yang rugi.” (HR Ibn Majah).

Menyiapkan Diri

Dengan ragam keutamaan Ramadan di atas, tentu tidak selayaknya Ramadan kita sia-siakan. Agar tak sia-sia, kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut kedatangannya. Dengan begitu kita tidak termasuk orang yang disabdakan Rasulullah SAW. “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga.” (HR Ahmad).

Paling tidak, ada empat hal yang perlu disiapkan untuk menyambut kedatangan Ramadan. Pertama: Bertobat dan mensucikan diri. Ramadan adalah bulan suci. Sudah selayaknya bulan suci disambut juga dengan kesucian jiwa kita, yakni dengan membersihkan diri dari segala dosa dan kemaksiatan. Apalagi semua yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita saat ini—musibah, bencana, wabah, sempitnya kehidupan kita dan hilangnya keberkahan hidup—tentu tidak dapat dilepaskan dari dosa-dosa kita. Kedua: Bersyukur kepada Allah SWT karena kita masih diberi kesempatan untuk berjumpa kembali dengan Ramadan. Betapa banyak saudara-saudara kita, di sepanjang 2020-2021 hingga menjelang bulan Ramadan ini, yang dipanggil oleh Allah SWT.

Ketiga: Meningkatkan kapasitas ilmu. Setiap Muslim diwajibkan membekali diri dengan ilmu ketika hendak beribadah dan beramal. Harapannya agar amal ibadah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT. Demikian halnya ibadah pada bulan Ramadan, terutama puasa. Kita harus mengetahui rukun dan hal-hal yang dapat merusak ibadah puasa. Apalagi mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim (HR al-Bukhari). Keempat: Membulatkan niat dan memiliki himmah ‘aliyah (cita-cita tinggi) untuk berusaha memperbaiki perkataan dan perbuatan, bersungguh-sungguh dalam ketaatan, menghidupkan bulan Ramadan dengan amal shalih dan berpuasa dengan sebenar-benarnya.

Bulan Al-Quran

Allah SWT berfirman: “Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelas dari petunjuk (tersebut) dan pembeda (antara haq dan batil).” (TQS al-Baqarah [2]: 185). Karena itu Bulan Ramadan identik dengan Bulan al-Quran. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan pada bulan ini pun berkaitan dengan al-Quran; membaca, memahami dan merenungkan al-Quran. Tentu di atas semua ini adalah mengamalkan al-Quran. Karena itu pula, hal yang paling tercela di bulan ini adalah meninggalkan al-Quran (hajr al-Qur’an), baik dengan tidak membaca dan mempelajari al-Quran, apalagi tidak mengamalkan al-Quran.

Di negeri ini, atas izin dan karunia Allah, banyak penghapal dan pengkaji al-Quran. Sebagian masyarakat pun cukup antusias untuk mengamalkan al-Quran dalam kehidupan pribadi mereka. Namun, sebagai sebuah umat, negeri ini belum mengamalkan al-Quran sepenuhnya. Terkadang al-Quran malah dimusuhi. Tentu bukan memusuhi fisiknya, namun hukum-hukumnya. Dituduh intoleran, sumber terorisme, radikal, ekstrem, bar-bar dan pemecah-belah. Di saat yang sama, hukum-hukum thaghut ditegakkan dan dihargamatikan. Padahal jelas tindakan tersebut merupakan kejahatan dan dosa besar.

Terkait itu Nabi SAW bersabda: “Shalat lima waktu, shalat Jumat hingga shalat Jumat berikutnya, dan Ramadan hingga Ramadan berikutnya dapat menghapus dosa-dosa yang terjadi di antara keduanya selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR Muslim dan Ahmad). Artinya, siapa saja yang masih melakukan dosa besar, meski dia berpuasa Ramadan, hal itu tidak akan berujung pada pengampunan dosa-dosanya.

Pada hari ini kita menyaksikan, syariah Islam dimusuhi dan digantikan dengan hukum-hukum kufur, dosa-dosa besar menjadi sangat lumrah dilakukan oleh kebanyakan masyarakat. Misalnya, zina, minum khamer dan riba. Yang lebih besar lagi dosanya adalah berhukum dengan selain hukum Islam. Pelakunya bisa terkategori zalim, fasik bahkan kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47). Rasulullah SAW. juga bersabda: “Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan yang melenceng dari kebenaran dan malah mengamalkannya, Allah tidak membutuhkan puasanya.” (HR al-Bukhari).

Dari hadis di atas, dapat kita artikan bahwa Allah SWT tidak sudi menerima puasa kita, jika kita masih berkeyakinan dan mengamalkan apa yang melenceng dari kebenaran. Demokrasi yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak menetapkan hukum tentu melenceng dari kebenaran tingkat tinggi. Sekularisme yang menyatakan kehidupan tidak harus atau tidak boleh diatur dengan Islam adalah melenceng dari kebenaran yang nyata. Jika kita masih mengamalkan sekularisme, demokrasi, kapitalisme dan derivasinya, saat itu pula puasa kita terancam akan sia-sia belaka.

Oleh sebab itu, kita wajib meninggalkan semua itu, lalu bersegera untuk mengamalkan dan menerapkan syariah Allah SWT secara kaffah, agar kita dapat masuk ke pintu rahmat dan ampunan-Nya, khususnya pada bulan yang penuh berkah ini. Wallahu a’lam bishshawab. (Tawati)

Bagikan dengan :
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

error: Konten terlindungi. Anda tidak diizinkan untuk menyalin berita infopriangan