Peran Mahasiswa Meraih Perubahan Yang Hakiki

infopriangan.com, OPINI. Partai Mahasiswa Indonesia (PMI), masih menjadi sorotan utama di kalangan mahasiswa dan alumni-alumni pergerakannya. Partai politik baru ini nyatanya telah terdaftar secara resmi di Kemenkumham sejak Januari 2022.

Sebelum aksi demo 11 April 2022 lalu, Parpol PMI bahkan sudah resmi berdiri. Namun, trending dibicarakan baru beberapa hari ini. Setelah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Majalengka menanggapi dan menolak tegas kemunculan partai tersebut, dengan alasan telah mencederai pergerakan mahasiswa.

IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094

Mahasiswa sebagai intelektual muda, memang memiliki peran strategis dalam perubahan suatu masyarakat. Tak hanya sebagai penuntut ilmu yang nantinya digunakan untuk kepentingan masyarakat, namun juga sebagai social control yang menjaga nilai dan norma social yang ada di tengah masyarakat, agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Oleh karenanya, ketika ada kejanggalan atau kekeliruan yang terjadi di masyarakat, mahasiswa bertugas untuk mengkritisi dan mencarikan solusi untuk memperbaikinya. Kemudian selanjutnya mengarahkan kepada perubahan yang lebih baik, sebagai perannya yaitu agent of change.

Namun, sistem pendidikan di negeri ini, adalah sistem pendidikan sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini berhasil menjauhkan generasi muslim dari nilai-nilai Islam. Dalam sistem sekuler, agama hanya alat untuk mengatur urusan akhirat (ibadah), sedangkan untuk urusan dunia (muamalah), manusia dilarang bawa-bawa agama.

Kurikulum pendidikan sekuler tidak berdasarkan pada akidah Islam, sehingga membuat pemuda tidak memiliki iman kuat. Padahal, iman adalah benteng perlindungan yang kukuh bagi seseorang agar tidak mudah hanyut dalam arus globalisasi zaman.

Dalam sistem pendidikan sekuler, pendidikan lebih diposisikan sebagai ‘investasi masa depan’. Selayaknya investasi, ia harus balik modal dan tentu saja ditambah margin keuntungan. Akibatnya, output pendidikan terfokus pada capaian materi yang diperoleh alumni.

Berbagai event mahasiswa pun diramaikan dengan tema-tema beraroma materialistis seputar wirausaha, menjadi pengusaha pada usia muda, lulus cum laude, bergaji minimal dua digit, mencetak owner startup yang sukses, ataupun berbagai tema finansial lainnya.

Fokus mahasiswa telah berubah. Fungsi mahasiswa sebagai seorang intelektual dan agent of change akhirnya berbalik arah, menjadi memikirkan kepentingan pribadi semata. Aneka problem di sekitar masyarakat tidak lagi mengisi ruang akalnya. Mereka “don’t care” dengan kenaikan harga bahan pokok, korupsi yang merajalela, fasilitas kesehatan yang minim dan memakan korban, serta seabrek masalah bangsa lainnya.

Tumpukan masalah itu tidak dianggap sebagai bagian dari masalah masyarakat yang mahasiswa harus ikut andil menyelesaikannya. Masalah-masalah masyarakat itu hanya mereka pandang sebagai masalah masing-masing yang cukup diselesaikan individu tersebut.

Meski tidak menutup kemungkinan, akan senantiasa ada mahasiswa yang aware dengan problem publik, tetapi jumlahnya sedikit. Walhasil, sistem pendidikan sekuler telah membajak potensi mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi sekadar pemuda selfish yang lebih fokus pada teraihnya materi sebanyak mungkin bagi dirinya dan abai dengan masalah di sekitarnya.

Di alam demokrasi-sekuler potensi pemuda pun “dibajak” menjadi sekadar mendukung kepentingan penguasa. Bahkan diarahkan mengikuti arus politik yang ada yaitu membuat partai dan mengikuti pemilu.

Padahal, mahasiswa merupakan kaum intelektual sebagai agen perubahan di masyarakat. Perubahan yang diharapkan tentunya perubahan menuju sistem yang Allah SWT. ridhoi, yaitu sistem Islam. Allah adalah satu-satunya Zat yang Mahaadil hukum-Nya dan Mahasempurna aturan-Nya. Setidaknya ada empat hal yang perlu mahasiswa lakukan untuk memaksimalkan peran politiknya menuju perubahan hakiki.

Pertama, mahasiswa harus menempa diri menjadi subjek perubahan dan bermental tahan banting. Mahasiswa harus mengubah dirinya agar berpola pikir Islam yang akan berpengaruh pada pola sikapnya. Allah SWT berfirman dalam QS Ar-Ra’d [13]: 11.
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali setelah mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

Kedua, mahasiswa harus memahami bahwa aktivitas untuk mengadakan perubahan tidaklah sekadar mengubah, melainkan untuk sebuah tujuan yang telah ditentukan dengan arah jelas dan pasti. Perubahan itu tidak ditujukan demi realitas buruk, tetapi demi realitas baru yang terjamin ada kebaikan di dalamnya.

Apabila kita mengaitkan dengan keadaan sekarang, realitas baru yang kita tuju tersebut sangat bertentangan dengan realitas saat ini. Realitas saat ini adalah kita hidup dalam sistem demokrasi sekuler yang jelas-jelas menjadi penyebab ruwetnya kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, realitas baru yang ingin kita tuju bukanlah realitas sistem demokrasi yang ditambal sulam, melainkan di luar sistem demokrasi, yakni sistem Islam yang jelas rahmatan lil ‘alamiin.

Ketiga, memahami bahwa aktivitas perubahan harus dilaksanakan di atas jalan yang jelas dan sesuai dengan langkah yang digariskan. Ini tiada lain untuk menjamin nihilnya kegagalan di pertengahan jalan dan menjamin tidak adanya kesalahan dalam mencapai sasaran.

Oleh karenanya, jalan perubahan harus kita tautkan pada cara Rasulullah melakukannya. Rasulullah SAW satu-satunya teladan yang wajib kita tiru, termasuk dalam melakukan perubahan menuju sistem Islam.

Tahap pertama adalah melakukan aktivitas pembinaan guna mencetak kader pejuang yang berpola pikir dan sikap Islam. Tahap selanjutnya, berinteraksi dengan masyarakat, menjelaskan kepada mereka tentang pemahaman batil dan mendakwahkan pemikiran Islam sebagai problem solving atas semua masalah masyarakat.

Tahap terakhir adalah masyarakat yang sadar akan ketinggian hukum Islam menuntut penerapan Islam kafah di ranah publik. Saat itulah perubahan hakiki terealisasi di tengah umat.

Keempat, mahasiswa harus menanamkan kesungguhan dalam berpikir dan beraktivitas untuk turut aktif berkontribusi menyadarkan dan memahamkan umat mengenai penting dan wajibnya melakukan perubahan atas rusaknya realitas yang dialami. Mereka harus mendorong umat untuk bisa mengindera kerusakan realitas dan mengambil Islam sebagai ideologi dan solusi yang secara i’tiqadi harus diyakini dan diterapkan.

BACA JUGA: Warga Geruduk Rumah Diduga Poliandri

Alhasil, ketika mahasiswa menjalani empat hal tersebut pada dirinya, niscaya ia akan menjadi subjek perubahan yang memiliki kejelasan tujuan dan metode yang harus ditempuh untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Kuatnya menggenggam ideologi Islam—satu-satunya ideologi sahih dan terbukti mampu menyejahterakan rakyat—akan mengantarkan pada perubahan hakiki, yakni sebuah perubahan tata sistem kemasyarakatan yang tidak hanya ditunggangi oleh kepentingan politik semata.

Wallahu a’lam bishshawab. (Tawati/IP)

Bagikan dengan :
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

error: Konten terlindungi. Anda tidak diizinkan untuk menyalin berita infopriangan