Toleransi dalam Konteks Islam dan Tantangan di Indonesia

infopriangan.com, TELISIK OPINI. Istilah intoleransi semakin sering digaungkan di Indonesia, terutama dalam konteks hubungan antara umat Islam dan penganut agama lain. Di negara dengan populasi mayoritas Muslim, isu ini menciptakan ketegangan dan menimbulkan pertanyaan mengenai makna toleransi itu sendiri. Misalnya, penolakan terhadap pendirian sekolah Kristen di Parepare, Sulawesi Selatan, menunjukkan adanya gesekan antara kelompok Muslim dan penganut agama Kristen. Pelaksana harian Direktur Eksekutif Wahid Foundation menganggap tindakan tersebut mencederai semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang seharusnya menjadi fondasi toleransi di Indonesia.

Namun, sering kali label intoleran justru disematkan kepada umat Islam sebagai mayoritas. Di sisi lain, tindakan yang jelas-jelas menghalangi umat Islam dalam menjalankan ajaran agama mereka, seperti pelarangan kerudung di Bali atau pengrusakan masjid di Papua, tidak selalu diberi cap yang sama. Hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam pengertian dan penerapan toleransi di masyarakat.

IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094

Penting untuk memahami bahwa definisi toleransi dalam konteks global sering kali tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam Islam. Dalam sejarahnya, Islam pernah menjadi teladan dalam praktik toleransi. Pada masa keemasannya, umat Islam memimpin dunia dengan prinsip-prinsip yang memungkinkan berbagai agama untuk hidup berdampingan. Saat ini, tantangan yang dihadapi umat Islam seringkali muncul karena negara tidak hadir sebagai pelindung, malah membuka kran liberalisasi yang dapat mengancam keyakinan umat Islam.

Ketika negara mengadopsi definisi toleransi yang bersifat sekuler, banyak individu, organisasi, dan komunitas Muslim yang taat justru dituduh radikal. Padahal, tindakan ini berlawanan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya toleransi. Dalam Al-Quran, Allah SWT menyatakan, “Untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku” (QS Al-Kafirun [109]: 6), yang menunjukkan bahwa toleransi berarti membiarkan dan tidak mengganggu ibadah serta kepercayaan agama lain.

Praktik toleransi beragama pertama kali dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah al-Munawarah, yang menjadi contoh bagaimana masyarakat yang beragam dapat hidup harmonis. Dalam sejarah Kekhalifahan Islam, kita melihat contoh konkret tentang bagaimana umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup rukun selama berabad-abad. Di Mesir, hubungan antara umat Islam dan Kristen telah terjalin baik sejak zaman Khulafaurasyidin. Begitu pula di India, umat Muslim dan Hindu hidup berdampingan dengan damai selama era Kekhalifahan Bani Umayah, Abbasiyah, dan Ustmaniyah.

Contoh lain yang tak kalah menarik adalah selama lebih dari 800 tahun, umat Islam, Yahudi, dan Kristen di Spanyol hidup dalam suasana saling menghormati. Ini menunjukkan bahwa toleransi dalam Islam bukan sekadar konsep teoretis, tetapi telah terwujud dalam berbagai praktik yang menciptakan suasana damai di tengah keragaman.

Namun, saat ini, banyak umat Islam yang merasa terpinggirkan dan menjadi korban ketidakadilan ketika negara menerapkan prinsip-prinsip sekuler yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Keberadaan kelompok-kelompok intoleran yang menentang hak-hak umat Islam untuk menjalankan ibadahnya menjadi tantangan serius. Ironisnya, dalam negara berpenduduk mayoritas Muslim yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis sekuler, banyak kebijakan justru dianggap intoleran terhadap umat Islam.

Satu hal yang perlu direnungkan adalah bagaimana definisi toleransi dalam Islam yang berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya harus diakui dan diterapkan. Toleransi seharusnya diartikan sebagai sikap saling menghormati dan menghargai, bukan hanya sebagai pengertian yang dipaksakan dari perspektif sekuler. Dengan mengingat sejarah indah praktik toleransi dalam Islam, umat Islam diharapkan dapat mengambil inspirasi untuk membangun kembali suasana saling menghormati dalam masyarakat yang beragam ini.

Akhirnya, tantangan toleransi yang dihadapi umat Islam saat ini bukanlah karena ajaran Islam yang salah, tetapi lebih kepada pengaruh pemikiran sekuler yang seringkali menempatkan umat Islam dalam posisi defensif. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran Islam dan praktik toleransi yang telah ada sejak lama, umat Islam dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan saling menghargai.

Bagikan dengan :
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
IMG-20240923-WA0094
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

error: Konten terlindungi. Anda tidak diizinkan untuk menyalin berita infopriangan